Selasa, 31 Agustus 2010

a two sides mirror


Ia sesap jus belimbing yang baru saja dihidangkan pramusaji di mejanya, lamat-lamat, seakan berusaha menikmati tiap tegukan yang mengalir melalui tenggorokannya.
 "hhmmmm,,,,, ah, segar!. Kamu tau tidak, rasa manis dan asamnya bergumul dalam sebuah racikan superdahsyat. Jadi satu, mengaduk-aduk dan menghasilkan rasa yang selalu luar biasa!" terdengar satu celotehan penuh semangat dari mulut salah satu pengunjung di tempat yang bahkan tak bisa disebut café itu. Satu celotehan yang mengindikasikan sebuah kuliah panjang tentang filsafat jus belimbing akan segera dimulai.
"dahsyat!" tambahnya tak kalah semangat, sambil menjilati serat-serat jus belimbing yang menempel pada sedotan.
"sudah pasti ini adalah jus belimbing, karna ia punya sensasi asam yang mengagumkan. Jika hanya manis saja, pasti sudah kutuding pramusaji itu berusaha mengelabuiku!" nah, terbukti! Kuliah filsafat jus belimbing sepertinya akan semakin merajalela.
"Ehm,,sama seperti yang sedang terjadi pada kita dalam beberapa tahun belakangan  ini. Aku tau semua nyata!. Senyata jus belimbing yang baru saja kusesap."
"Tanyakanlah kenapa aku tau itu nyata! Baiklah, jika tak mau mengeluarkan suara untuk bertanya, tetap akan kuberitahu jawabannya. Ssssttt….
"Karna, aku merasakan asamnya seperti juga aku merasai manisnya!"
"Maka aku tau itu nyata. Maka aku bisa bedakan mana yang nyata dan mana yang hanya buah dari imaji tak berbatasku."
"nah sekarang kamu sudah tau, ijinkan aku kembali menyesap jus belimbing ini,ya.."

Dalam beberapa kali sruput, ia berhasil mengosongkan sampai setengah isi gelas di hadapannya. Mengambil jeda sejenak, kembali diteruskan celotehannya tanpa peduli  dunia sekitarnya. Tanpa peduli pada bulan bulat penuh yang diam-diam menyembul dari balik pepohonan. Tanpa peduli tatapan aneh para pengunjung lain. Ia tetap tancap gas…
"Ehmmm,,, kalau dilihat lagi, perjalanan kita lucu, ya! Mau atau tidak, sadar atau tidak, seperti ada gaya tarik-menarik yang membuat kita jadi seperti digelontorkan dari atas sana. Untuk kemudian dijatuhkan di sini, tepat di depan jus belimbing yang  uueeenakk ini..." seketika itu juga, sepiring jagung bakar datang ke meja " dan sepiring jagung bakar ini, tentunya!"
Ahahaaaahaa…." Dia tertawa ringan.

"Aku lanjutkan cerita,ya.." seperti biasa, tanpa menunggu jawaban 'iya' ataupun 'tidak' ia kembali tancap gas…
"Di satu titik nadir kebersamaan, seketika itu juga kita dihamburkan ke dua arah berbeda. Kita sering menyalahkan jarak, tapi senyatanya kita sadar pilihan kita sendirilah yang membuatnya jadi demikian. Lalu oposit gaya tarik-menarik bekerja semakin kuat pada kita. Namun tetap saja, seperti pegas yang diregang hingga titik jenuh, pada akhirnya akan kembali kan? Begitu juga cerita kita."
Kita kembali mengejar apa yang sempat tertinggal dalam kurun waktu tiga tahun lamanya. Ternyata hanya satu minggu, satu minggu untuk masa tiga tahun. Pegas itu ternyata tidak tahan lama-lama bersantai,ya... Kekuatan mahadahsyat kembali meregangnya.
Kita terpisah lagi. Kali ini tanpa kata, tanpa sapa,,
Pola itu terus-terusan berulang, dan sampailah kita di detik ini. Ya, bilangan waktu yang ini. Saat di mana tiba-tiba kamu dijatuhkan di depan hidungku.."
Ia ambil jeda sejenak di sini. Dan, coba tebak! Ya, jagung bakarnya sudah digerogoti yang tak lain oleh orang yang tadi tengah bicara panjang lebar itu. Sungguh hebat, benar-benar multitasking – bercerita sekaligus memamah jagung bakar.

Kali ini kesunyian ditingkahi jeda yang cukup panjang, dan dalam..Ejalah sebanyak kata-kata yang menghambur tak tentu dari mulutnya tadi, kalikan dengan seribu. Masih belum akan mampu gambarkan rasa yang ingin ia hantar pada orang itu. Orang yang sama yang ia kenal hampir delapan tahun silam, orang yang sama yang setia mengganggui tidurnya, orang yang sama yang tengah duduk di hadapannya detik ini. Hanya detik ini saja dan entah kapan lagi…

Saat kesunyian panjang itu menggaung, bulan sudah tinggi, hawa dingin sudah berkeliaran dan siap menusuk-nusuk, burung-burung sudah terlelap di sarangnya, dan ia masih enggan beranjak dari tempatnya. Masih inginkan sepotong cerita, lagi….

**********


Aku mendapatkan pesananku, segelas jus alpukat, yang jika dibandingkan dengan jus belimbing, ia akan kalah dari segi kesegaran yang dihasilkannya. Dari tadi aku hanya memperhatikan dia berbicara dan bercerita, tentang segala yang ia kuasai, yang ia kaitkan dengan jus belimbingnya. Filosofi jus belimbing, yang dia korelasikan dengan kehidupan yang aku dan dia alami. Sungguh, memang seperti sedang menerima kuliah filsafat, yang sebenarnya merupakan representasi dari rasa asam manis yang dikecap oleh lidahnya. Kini, aku memotong pembicarannya, mencoba mengambil jatah bicaraku, yang jika tetap kubiarkan, akan habis diisi olehnya.

"Kamu tau, jus alpukat mengenyangkan, walau tidak menyegarkan, jika dibandingkan dengan jus belimbing?" tanyaku memotong kata yang akan keluar dari mulutnya, berusaha mengurangi dominasi pembicarannya. Sebuah pertanyan yang lebih berupa sebuah informasi kepadanya, bukan pertanyaan yang mengharapkan jawaban.

"Dan kamu tau, kenapa aku suka dengan jus alpukat ini berbanding jus lainnya?" tanyaku lagi, beruntun, seperti dua buah peluru yang keluar dari dalam pistol yang ditarik pelatuknya dua kali oleh pemiliknya. Dan dari pertanyaan ini, aku tidak memerlukan jawaban darinya. Aku langsung mengakhiri pertanyaan kedua dengan jawabanku sendiri.

"Karena mengenyangkan, jadi mengurangi biaya makan", jawabku dengan jawaban yang terdengar penuh candaan walaupun itulah sebenarnya kenyataannya. Tawa kita berdua meledak, serentak, dan tanpa diberi aba-aba, kita mulai terbahak dari detik yang sama. Sebuah intermezzo dari sebuah kuliah filsafat belimbingmu, jawabku padanya.

Memang, aku belum bisa mengaitkan apapun, mengenai apa yang kita alami sekarang, melalui perumpamaan buah dan jus yang seperti dia lakukan. Bukan aku tidak memiliki ide untuk disampaikan. Kesamaan pikiran antara aku dan dia, sudah cukup menghabiskan kalimat-kalimat yang aku rencanakan akan aku sampaikan kepadanya. Dia telah lebih dulu mengeluarkan  semua ceritanya, cerita yang hampir sama dengan apa yang terdapat dalam kepalaku. Cerita tentang apa yang kami alami selama ini. Cerita tentang gaya tarik-menarik, cerita tentang waktu yang panjang, pertemuan-perpisahan-pertemuan dan seterusnya. Semua terkonsep dalam alam sadarku, bahkan selalu menggeliat keluar dan menjadi liar dalam tidurku. Dan, hampir semuanya sama.

Aku biarkan dia bercerita kembali, aku biarkan dia melanjtkan apa yang ingin ia sampaikan. Aku meletakkan tanganku di bawah tangannya, untuk kemudian menggenggam erat, seolah tak ingin melepaskannya. Dia tersemyum simpul, merona pipinya, kemudian melanjutkan narasinya yang tertunda karena terpotong oleh leluconku tadi.
Kuletakkan tangannya di pipiku. Kurasakan hangatnya jemari kecil, jari jemari yang dulu selalu mengirim sms sekedar untuk menyampaikan rindunya kepadaku. Jemari yang menulis semua surat-surat yang kini tetap aku simpan rapat-rapat di lemari usang-ku. Jemari yang mungkin sebentar lagi takkan bisa kugenggam lagi.

Kuhirup dalam-dalam jus alpukatku, berusaha mengejar ketertinggalan, menyamakan isi gelasku dan gelasnya. Aku menatap bulan, yang memang terlihat sempurna dari posisi di mana aku duduk. Malam begitu cerah, ketika purnama menggantung di langit yang seharusnya kelam. Yah, hatiku seperti purnama, terang di antara kelamnya malam.


segelas jus belimbing, sepiring jagung bakar, dan sepotong cerita

Ia sesap jus belimbing yang baru saja dihidangkan pramusaji di mejanya, lamat-lamat, seakan berusaha menikmati tiap tegukan yang mengalir melalui tenggorokannya.
 "hhmmmm,,,,, ah, segar!. Kamu tau tidak, rasa manis dan asamnya bergumul dalam sebuah racikan superdahsyat. Jadi satu, mengaduk-aduk dan menghasilkan rasa yang selalu luar biasa!" terdengar satu celotehan penuh semangat dari mulut salah satu pengunjung di tempat yang bahkan tak bisa disebut café itu. Satu celotehan yang mengindikasikan sebuah kuliah panjang tentang filsafat jus belimbing akan segera dimulai.
"dahsyat!" tambahnya tak kalah semangat, sambil menjilati serat-serat jus belimbing yang menempel pada sedotan.
"sudah pasti ini adalah jus belimbing, karna ia punya sensasi asam yang mengagumkan. Jika hanya manis saja, pasti sudah kutuding pramusaji itu berusaha mengelabuiku!" nah, terbukti! Kuliah filsafat jus belimbing sepertinya akan semakin merajalela.
"Ehm,,sama seperti yang sedang terjadi pada kita dalam beberapa tahun belakangan  ini. Aku tau semua nyata!. Senyata jus belimbing yang baru saja kusesap."
"Tanyakanlah kenapa aku tau itu nyata! Baiklah, jika tak mau mengeluarkan suara untuk bertanya, tetap akan kuberitahu jawabannya. Ssssttt….
"Karna, aku merasakan asamnya seperti juga aku merasai manisnya!"
"Maka aku tau itu nyata. Maka aku bisa bedakan mana yang nyata dan mana yang hanya buah dari imaji tak berbatasku."
"nah sekarang kamu sudah tau, ijinkan aku kembali menyesap jus belimbing ini,ya.."
Dalam beberapa kali sruput, ia berhasil mengosongkan sampai setengah isi gelas di hadapannya. Mengambil jeda sejenak, kembali diteruskan celotehannya tanpa peduli  dunia sekitarnya. Tanpa peduli pada bulan bulat penuh yang diam-diam menyembul dari balik pepohonan. Tanpa peduli tatapan aneh para pengunjung lain. Ia tetap tancap gas…
"Ehmmm,,, kalau dilihat lagi, perjalanan kita lucu, ya! Mau atau tidak, sadar atau tidak, seperti ada gaya tarik-menarik yang membuat kita jadi seperti digelontorkan dari atas sana. Untuk kemudian dijatuhkan di sini, tepat di depan jus belimbing yang  uueeenakk ini..." seketika itu juga, sepiring jagung bakar datang ke meja " dan sepiring jagung bakar ini, tentunya!"
Ahahaaaahaa…." Dia tertawa ringan.
"Aku lanjutkan cerita,ya.." seperti biasa, tanpa menunggu jawaban 'iya' ataupun 'tidak' ia kembali tancap gas…
"Di satu titik nadir kebersamaan, seketika itu juga kita dihamburkan ke dua arah berbeda. Kita sering menyalahkan jarak, tapi senyatanya kita sadar pilihan kita sendirilah yang membuatnya jadi demikian. Lalu oposit gaya tarik-menarik bekerja semakin kuat pada kita. Namun tetap saja, seperti pegas yang diregang hingga titik jenuh, pada akhirnya akan kembali kan? Begitu juga cerita kita."
Kita kembali mengejar apa yang sempat tertinggal dalam kurun waktu tiga tahun lamanya. Ternyata hanya satu minggu, satu minggu untuk masa tiga tahun. Pegas itu ternyata tidak tahan lama-lama bersantai,ya... Kekuatan mahadahsyat kembali meregangnya.
Kita terpisah lagi. Kali ini tanpa kata, tanpa sapa,,
Pola itu terus-terusan berulang, dan sampailah kita di detik ini. Ya, bilangan waktu yang ini. Saat di mana tiba-tiba kamu dijatuhkan di depan hidungku.."
Ia ambil jeda sejenak di sini. Dan, coba tebak! Ya, jagung bakarnya sudah digerogoti yang tak lain oleh orang yang tadi tengah bicara panjang lebar itu. Sungguh hebat, benar-benar multitasking – bercerita sekaligus memamah jagung bakar.
Kali ini kesunyian ditingkahi jeda yang cukup panjang, dan dalam..Ejalah sebanyak kata-kata yang menghambur tak tentu dari mulutnya tadi, kalikan dengan seribu. Masih belum akan mampu gambarkan rasa yang ingin ia hantar pada orang itu. Orang yang sama yang ia kenal hampir delapan tahun silam, orang yang sama yang setia mengganggui tidurnya, orang yang sama yang tengah duduk di hadapannya detik ini. Hanya detik ini saja dan entah kapan lagi…
Saat kesunyian panjang itu menggaung, bulan sudah tinggi, hawa dingin sudah berkeliaran dan siap menusuk-nusuk, burung-burung sudah terlelap di sarangnya, dan ia masih enggan beranjak dari tempatnya. Masih inginkan sepotong cerita, lagi….
dekalisa, 08/30/10

Sabtu, 28 Agustus 2010

*balada boneka usang (sebuah catatan si yellowcoco)


Tidak, bukan lenganku yang digamitnya,,
juga bukan tanganku yang digenggamnya di hadapan semua temannya.
Bukan aku, yang dibanggakan pada teman-temannnya.
Bukan aku, yang selalu dibawanya kemanapun pergi.

Tapi aku,
Tempatnya pulang ketika lara,  
Aku, dengan siapa ia bermain-main jika tak ada sesiapa di hadapan
Aku,yang didekapnya ketika tidur malam,
saat mama tarikkan selimut untuknya

Sekarang aku,
aku hanya terduduk di sini.di sudut gudangnya
Sendirian. Kedinginan. Ditemani jelaga

Padahal di masa itu tiap saat ia katakan,
akulah mainan terbaiknya.
"Mainan terbaik sepanjang masa!",
betapa hebat kedengarannya…
Kini teronggok saja di gudang berjelaga

Mungkin masanya sudah tiba,
baginya untuk tumbuh dewasa
dan tidak main boneka lagi
Mungkin masanya sudah tiba,
Bagiku untuk pergi dari hari-harinya
Karna ia, bukan lagi anak itu bagiku
ia bahkan bukan anak-anak lagi


> hasil menyalurkan empati pada yellowcoco di gudang..

Rabu, 18 Agustus 2010

kali ini "merdeka" bagi saya adalah....



Hari ini, pagi dimulai  di rumah, tepatnya di kamar tercinta yang menentramkan jiwa dan raga. Tidak di kantor, seperti pagi-pagi biasanya. Pagi ini dimulai di jendela kamar oleh burung-burung kecil yang konon bernama burung gereja. Dibuka dengan nyanyian dan nada alam dari kepakan sayap mereka  yang tengah berkejaran satu sama lain.

Tanpa sadar terucap “Alhamdulillah.. ini hari libur ( atau lebih tepatnya “Alhamdulillah…bisa libur”). Karna, libur dan mengawali pagi di rumah bagiku adalah suatu hal yang langka, selangka harimau Sumatra, dalam 4 bulan terakhir ini.

Wahh,tidak terasa sudah 4 bulan saja aku bekerja di (tiiiiiiiiiiiiiiiit).  dan selama itu pula, aku selalu merindukan hal bernama libur. Dan bayangkan, ketika hal langka itu datang menghampiri, betapa girangnya hati ini. Maka hari ini kumulai dengan kesyukuranku pada Tuhanku.. Thank God it’s holiday,, Alhamdulillah, ya Allah… bisa libur…. ;D

Di pagi 17 Agustus ini akhirnya kudapatkan juga kemerdekaan. Merdeka dari hal-hal berbau rutin yang sudah jadi menjemukan,seperti : “sudah follow up perusahaan A?”; “Sudah visit perusahaan B?”; “Gimana update hari ini?”; “Kenapa belum hubungi Ibu Z?” Ugh

Dan akhirnya termerdekakan. Walau untuk sementara
sementara saja

Tapi tak apalah, walaupun sementara tetap bersyukur atas hari ini, sambil kembali menyiapkan bekal berupa segudang ikhlas dan sabar untuk esok hari. Betul, kawan!! Diperlukan kadar ikhlas tingkat tinggi (yang tentu saja aku belum mencapainya) untuk dapat bertahan di dalamnya. Makanya, kutaksir hanya akan tinggal sebentar lagi usiaku di tempat itu.

Hhhmm,,tersampaikan juga akhirnya apa yang selama ini kuredam, walau hanya berupa kilasan, slight explanation. Jadi, kurasa untuk sementara hanya ini saja. Setidaknya mengurangi sedikit beban yang selama ini ditahan sendiri. Jika tulis terlalu banyak, keluarlah segalanya. Jika segalanya keluar, jatoh2 pada UU apa itu namanya? Yaaa, itulah dia! Tepat sekali! Kalau sudah begitu, saya akan rame-rame ngumpulin koin peduli saya   (ehhmmm emangnya siapa saya,yahh?? Aneh2 ae)

Yaahhh, pokoknya gitu deh. Saya tidak mau ambil pusing. (lha..pusing kok diambil,ngapain?? *maafkan ketidakjelasan saya kali ini ;p ) Ya, sudahlah…saya mau menikmati hari ini dulu,, dengan segala hal yang tidak bisa dilakukan di hari-hari biasanya.

Hhhhhmmmmm
Aku menarik napas dalam, berusaha menghimpun sebanyak mungkin udara segar pagi ini ke dalam paru-paru. Udara yang sama, yang dihirup oleh burung-burung gereja kecil di sana itu
;)



Selasa, 17 Agustus 2010

cruel, cruel time..

when it comes to the end
love could do nothing
but releasing

when it comes to the end
heart could do nothing
but try letting go

when my time reach its end
i will be sitting down here
below this tree of pain
doing nothing but watching
cause it is too late for carrying you off

yes, i am a hundred thousand years too late, dear...

harap pada bayang di sebrang










tumpukan harap pada sebrang,
maka kutumpukan langkah pada bayang
tak segan,,
kusebrang lautan
kuhadangkan diri pada ombak,
maka batuan tajam tak lagi terasa onak

semua karna bayang nun disebrang
penuh harap sebrang tak hanya bayang


letih meretas ombak melerai onak
harap labuhkan lelah pada sebrang
namun tak siapapun, hanya letih berbuah sia

Sabtu, 14 Agustus 2010

dia sudah pergi...

Kulirik lagi tempat ia biasa ada
masih kosong

padahal harusnya ia ada,,,
penuh tawa gemuruh yang guncang-guncang tubuhnya
Tapi kali ini kosong, hanya kosong saja,,
kosong
sekosong hatiku yang memang sedang hampa

padahal hari kemarin masih..
masih ada tawa
yang masih sama di sana
tengah mentertawai carut marutnya sistem kita
yang sudah cukup parah mencederai kita yang hanya rakyat jelata

hari ini beda
tidak kulihat lagi ia di sana
tempat yang sama, waktu yang sama
namun tak lagi terasa sama

hari ini beda
hanya aku sendirian dimakan putusasa
yang memamah asa hingga binasa
hanya aku saja berperan jadi rakyat jelata
hadapi tangan-tangan gemuk penuh kuasa

maka apalagi yang bisa kulakukan selain hadiahkan tarian-tarian hujan untuk sudahi satu babak cerita

karna satu cerita yang lain, sedang akan dimulai di satu tempat berbeda